Liputan Kairo, Simposium Internasional PPI Dunia ke-8 digelar di Kairo pada tanggal 24 sampai dengan 29 Juli 2016. Beberapa acara yang termasuk dalam rangkaian Simposium Internasional ini antara lain diskusi panel, sidang komisi, serta rapat tahunan. Pada hari pertama simposium pada tanggal 24 Juli 2016, terdapat tiga buah acara diskusi yang dibawakan oleh menteri dan pakar.
Diskusi pertama merupakan diskusi interaktif yang dibawakan oleh Bapak Lukman Hakim Saifuddin yang merupakan Menteri Agama. Beliau membahas mengenai demoralisasi bangsa Indonesia. Saat ini demoralisasi terjadi pada generasi muda sehingga perlu adanya penanganan yang tepat. Selain itu beliau juga membahas mengenai pemahaman agama yang kurang benar, contohnya tidak memanusiakan manusia sehingga berkurangnya rasa toleransi. Di sinilah tugas Menteri Agama untuk mengarahkan mereka ke pemahaman yang lebih baik. Bapak Lukman Hakim juga sangat menyayangkan rasa optimisme rakyat kepada Indonesia yang sudah memudar dikarenakan media yang mempublikasikan berita sensasional dan tidak wajar. “Banyak masyarakat yang pesimis dengan negara sendiri. Saya ingin bangkitkan rasa optimisme kembali, karena masih banyak hal-hal positif yang tidak terekspose di media,” harap Bapak Lukman Hakim.
Kemudian acara dilanjutkan dengan dua buah panel diskusi. Pada panel diskusi pertama yang dimoderatori oleh Ali Abdillah dibawakan oleh Prof. Dr. Moh. Mahfud MD., S.H yang membahas mengenai mengembalikan identitas bangsa. Selain itu diskusi selanjutnya dibawakan oleh Yudi Lathief dan Jay Kristiadi mengenai kedaulatan rakyat, kemajemukan, dan peran TNI.
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Mahmud MD sangat menyayangkan identitas bangsa yang mulai hilang secara perlahan. Hal ini dikarenakan adanya permasalahan ekonomi, budaya, hukum, pendidikan, serta agama. Selain itu juga membahas mengenai hak asasi. “Hak asasi bersifat partikular, yaitu sesuai dengan kebutuhan budaya. Hal ini menjadi pro dan kontra dalam masyarakat,” jelas Mahmud MD.
Pakar Politik, Yudi Lathief memaparkan mengenai sejarah Kairo yang dulunya merupakan poros pendukung peradapan dunia. Beliau menyatakan bahwa Indonesia juga memiliki kaitan sejarah dengan Mesir, tidak hanya dengan Belanda. Selain itu beliau juga membahas pancasila yang merupakan common value, di mana nilai pancasila tersebut lahir jauh sebelum jaman Soekarno. Identitas bangsa Indonesia juga merupakan common value. “Setiap kebijakan harus turun dari pancasila, tetapi sayangnya banyak yang tidak melakukan itu,” sesal Yudi Lathief.
Jay Kristiadi yang merupakan pengamat politik menjelaskan bahwa mahasiswa yang berkuliah di luar negeri adalah menjadi social society. “Semua mahasiswa ini memiliki peran yang sangat penting di masyarakat,” jelas Jay Kristiadi.
Selanjutnya panel diskusi terakhir dibawakan oleh Prof. Dr. Amtsal Bachtiar, MA. Setelah itu dibawakan oleh Muhammad Danial Nafis.
Dirjen Diktis Dr. Amtsal Bachtiar, MA menjelaskan bahwa kemajuan bangsa tergantung pada tiga hal pokok utama, antara lain ilmu dan teknologi, ekonomi, dan militer. Ilmu dan teknologi harus maju. “Semua orang harus menuntut ilmu sebanyak-banyaknya dan setinggi-tingginya supaya bisa menjadi orang yang excellent. Pendidikan sangat penting karena itu merupakan kunci utama menuju kesuksesan bangsa,” jelas Amtsal Bachtiar.
Muhammad Danial Nafis yang merupakan CEO Aktual Media Negeri menjelaskan bahwa media juga berperan penting dalam memperteguh identitas bangsa. Pendidikan karakter bangsa bisa terbentuk karena media. “Media ikut berperan dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas dan berbudaya,” tegas Muhammad Dania. (Red. PW)